Wednesday, October 19, 2005

Jangan jadi teroris !

Beberapa kali gue evaluasi diri gue sendiri, kayaknya kok gue paling males ya mengikuti ceramah atau diskusi tentang agama. Di kantor ada kelompok yang memanggil guru untuk belajar tentang agama. Gue ngga diajak. N waktu diajak pun gue ngga terlalu tertarik.
Bukannya gue ngga mau belajar agama sih. Tetapi entah kenapa gue lebih semangat kalau titik tolak pembahasannya berdasarkan konflik antar agama. Rasanya lebih gampang untuk evaluasi kenapa gue harus melakukan a,b,c s/d z. Dulu banget gue aktif di satu website (kalo ngga salah) http://www.koridor.com/. Sekarang sih dah ditutup kalo ngga salah karena isinya berantem melulu.
Hasil waktu ikutan di koridor itu akhirnya gue memutuskan menutup aurat. Karena gue pikir itu satu cara paling mudah, gampang yang gue bisa lakukan untuk menunjukkan gue berusaha mencintai Allah.

Bulan puasa biasanya gue isi dengan mengikuti ceramah Dzuhur, sayangnya tahun ini jam kerja kantor gue hanya 12.00 – 12.30, jadi mau ikut acara itu ngga enak juga kalau balik kantor jam 13.15 misalnya (soalnya datang pagi dah telat, masak balik istirahat telat juga, bisa2 dipelototin bos kalo pulang on time)

Yang gue perhatikan diskusi dengan guru agama di kantor (soalnya diskusi mereka pakai jam istirahat, ya gue sholat pas mereka lagi diskusi lah, jadi agak2 curi2 dengar, bikin sholat agak ngga konsen, soalnya pengen nimbrung tapi gue tau kalo gue nimbrung pasti banyak yg “kaget” atau mungkin ngga suka dengan pendekatan gue)
Gue merasa setiap gue membaca satu aturan agama (hadist), gue usahakan cari dulu apa instruksi dari Al Quran. Bertentangan kah ? atau mungkin lebih lengkap ?
Waktu itu temen2 gue membahas tentang zakat, bagaimana cara perhitungannya dsb .. ya kalau gue sih gampang daripada susah2 zakat itu adalah sisa yang kita punya (pendapatan – pengeluaran), ya langsung hitung zakat itu sebagai persentase dari pendapatan setahun. Soalnya kalo dibeda2kan zakat profesi, zakat penghasilan, kemudian apakah pengeluaran sebagai angka pengurang itu sudah cukup wajar or hemat. Yah mending langsung dikeluarkan aja lah haknya orang lain dari harta yang kita punya.
Jadi tidak masalah mau dihitung bagaimana pun, pilih saja cara perhitungan yang paling nyaman, paling cocok, dan bayarkanlah zakatnya. Jangan sampai malah jadi tidak bayar zakat dong ! Lagian kalau emang cinta sama Allah, makin banyak yang diberikan toh makin menunjukkan kecintaan kita memang pada Allah dan bukan pada harta yang kita dapat.

Barusan mereka sedang membahas sholat sunat. Apakah benar ada shalat sunat lailatul qadar ? shalat awal tahun dsb ? si guru agama menjawab, ya sekarang kan memang banyak buku mengenai ibadah2 yang beredar yang tidak jelas, siapa yang menulis buku itu ..
Jadi menurut saya, sekarang itu (ibadah2 dalam buku2 itu) tren-tren saja..
He.he.. lucu juga bahwa teman2 gue ini hanya bisa mengangguk2 kepalanya .. tanpa mencoba berargumentasi. (padahal shalat saya sudah tidak konsen karena sebenarnya ingin sekali memberi argument saya)

Argument saya seperti ini :
Apakah berarti kita tidak perlu membaca referensi lebih banyak untuk mengetahui apa yang harus kita lakukan / pilih dalam menjalankan ibadah ?
Jadi referensi yang dipakai apa dong dalam sholat sunat ? cukup Al Quran atau hadist ? kalau hadist, hadist yang mana ? karena toh setiap buku kan pakai hadist yang berbeda2.. untuk menemukan yang mana ibadah yang relevan ya harus sebanyak mungkin referensi dibaca atau jangan baca satupun buku mengenai hadist, cukup baca Al Quran saja ? (padahal shalat sunat itu tidak disebutkan dalam Al Quran, hanya shalat wajib …ya iyalah .. kalo namanya sunat ya ngga bakal ada di Al Quran.. karena Quran kan tuntunan utk yang wajib2 he.he.)

Kalau menurut saya sih, silakan aja baca sebanyak-banyaknya buku. Buku adalah sumber ilmu. Justru makin banyak buku yang dibaca, pasti makin bisa tahu yang mana yang akan dipakai, mana buku kacangan, mana buku yang berbobot. Mana buku yang memang bisa mengaplikasikan instruksi Al Quran, mana yang tidak bisa.
Nah, waktu mau memilih ibadah mana yang akan dilakukan, yang tinggal sortir aja mana yang paling sesuai, selaras dengan instruksi Al Quran. Pilih yang bisa kita lakukan, pilih yang kita setuju dengan argument yang dipakai. Soal nantinya apakah itu bid’ah atau bukan, selama kita melakukannya dengan kecintaan pada Allah SWT, ya itu adalah hak kita.
Yang terpenting jangan sampai kita melanggar hak2 hidup orang lain ! Jangan sampai kita jadi teroris (menghilangkan hak hidup orang lain, hak berpikir orang lain, hak menentukan pilihan sendiri orang lain) …