Friday, September 29, 2006

Konflik vs damai

Ok lets start…

Pernah ngga elu perhatiin perubahan-perubahan yang terjadi yaa.. sekitar 5 tahun terakhir ini…

5 tahun yang lalu, elu bisa jalan, masuk gedung dengan tas besar dengan santai..

7 tahun yang lalu, elu naik pesawat dengan seubrek pernak pernik..

12 tahun yang lalu, elu dengan santai cekakak cekikik dengan temen-temen elu yang elu ngga peduli agamanya apa..

Gue heran apa maksud Tuhan ya ? Buat apa Tuhan bikin begitu banyak agama ? apakah memang beliau ingin adanya konflik ? atau kah ingin agar setiap orang hidup damai ?

Dipikir-pikir lagi ? damai itu sendiri apakah memang bisa ada ?

come on, film yang menjual cerita tanpa konflik apakah ada yang akan nonton ? novel yang bercerita tentang ketenangan, kesenangan, tanpa rasa iri, benci, permusuhan apakah kira2 akan ada yang baca ?

Apakah memang perlu ada begitu banyak agama sehingga bisa begitu banyak drama kehidupan, karena konflik yang akan membuat orang hidup, bersemangat ?

So kenapa Tuhan ciptakan juga kelompok orang yang hanya percaya pada “ketiadaan” Tuhan ? Quote yang paling menempel di kepala adalah kalimat dari Seinfeld yang bilang seperti ini … then people will ask “what’s the show is all about ? its about nothing… I think we have something in here… “

In contrary, orang atheis adalah orang-orang yang kesepian, mungkin hidup tenang tetapi not interesting. Come on, they don’t have any specific day to celebrate ? Ada ngga hari Atheis sedunia ? Misalnya untuk memperingati orang Atheis pertama di dunia, Nabi Atheis, he.he.. puasa atheis ? he.he

then apa yang harus diperingati or dirayakan oleh orang atheis ? nothing …

Agamalah yang membuat seseorang punya alasan untuk merayakan sesuatu.. the birth of… the death of.. mungkin kejadian lahirnya / meninggalnya nabi isa, yang sekarang membuat kita merayakan hari ulang tahun, mengadakan acara mendoa bagi yang sudah meninggalkan dunia fana ini..

Agama juga yang menjadi perekat sekelompok orang.. apa ada komuniti masyarakat atheis ? yang melakukan ibadah bersama .. ha.ha.. orang atheis beribadah ?? Mereka mungkin orang yang paling bebas karena tidak perlu diikat oleh kewajiban beribadah.. tapi observasi gue, mereka mungkin malah orang2 yang taat peraturan.. as long as peraturannya datang dari manusia he.he..


Kembali lagi ke masalah damai ? kenapa sih Tuhan ngga bikin satu agama aja, satu jenis manusia saja.. ohya kenapa pula manusia kemudian punya cita-cita perlu adanya damai walaupun kalau si manusia percaya Tuhan tidak bikin satu agama saja makaaa… si manusia mustinya mikir bahwa Tuhan memang tidak ingin manusia berdamai dengan manusia lainnya.

Karena konflik yang membuat ekonomi bergerak.. kalau tidak ada perang dunia, akankah timbul industri ? he.he. akankah manusia tergerak untuk membuat penemuan ? he.he..

Then what is the purpose of God creating human ? Disuruh hidup, mikir, pup, mandi, makan, nikah, punya anak, sakit, meninggal, masuk neraka or surga.. then what ?

Its like sesuatu yang iseng.. punya energi untuk menciptakan tetapi kemudian menghancurkan ciptaannya…

Apa gunanya surga ? Untuk show off ke teman-teman gue yang masuk neraka.. bahwa gue lulus masuk surga ? Jika surga dan neraka exist, apakah gue akan menikmatinya/ teraniaya oleh kedua tempat itu ?


Oke, mungkin gue masuk neraka, dibakar habis disitu, tapi kalau gue berada di sana, yang ada disana tubuh gue or perasaan gue ? he.he..


Kalau cuma tubuh gue dan gue ngga merasakan apa-apa, then its just like an illusion,

Kalau cuma perasaan gue, then heck, mungkin apinya tidak perlu api betulan yaa he.he..

Gue terus terang sebeeel banget masuk satu gedung dan menaruh tas gue di meja, untuk dibuka.. well kadang2 malah dengan pandangan curiga melihat kerudung gue, mereka tidak mau buka tas gue, minta gue yang buka.. its like living in hell…

why need to wait until we die he.he. we’re already living in hell.

Come on.. mau salaman aja, kita takut ketularan flu or penyakit lain.. mau pacaran aja, musti periksa dulu kalau ada sariawan hati2 ntar bisa nular.. mo nikah musti tes kesehatan .. takut penyakit kelamin/ aids whatsoever disease..

so why worry about heaven and hell… we’re already living in hell, then why worry about making mistakes, sins ?? he.he..

why need to worry making mistakes, sins in this one, only life that you have ???

ok..ok, pasti ada yang bilang gini ? kalau gitu kita ngga perlu hidup dengan peraturan ? suka-suka hati ? mana bisa ? naah peraturan oleh siapa dan untuk apa ? peraturan dibuat oleh manusia untuk menuju kedamaian.. kembali lagi pada utopia damai.

Sebesar-besarnya or setidak- sadarnya manusia akan kesukaannya pada konflik, konflik itu sendiri perlu diselingi dengan kedamaian.. kenapa ? supaya orang tertarik dong dengan utopia damai.. kalau konflik terusssss… nanti orang tidak tahu betapa indahnya damai he.he. jadi setiap sekian saat terjadinya konflik, pasti akan ada momen-momen damai.. dimana momen damai itu tentunya akan berlangsung sangat cepat, dibandingkan dengan konflik, karena in short, manusia punya love and hate relationship dengan konflik dan damai he.he..

Oke mungkin bukan cuma manusia yang punya hubungan itu, tetapi Tuhan juga he.he..

Elu mungkin pengen bilang…. “Tuhan itu ada, yang penting kita harus percaya” oke.. tapi apakah Tuhan percaya pada kita ? bahwa jika kita membuat salah, kita akan belajar dari kesalahan, dan tidak akan mengulang kesalahan ? Kelihatannya sih menurut sudut pandang gue, Tuhan sih ngga percaya ama kita… laah kalau dia percaya, tentu saja dia bikin manusia yang tidak mengulang2 kesalahan yang sama ? kalau dia percaya, tidak perlu dia sediakan neraka untuk mereka yang mengulang2 kesalahan itu..

Well semua akan bilang.. elu ngga akan bisa ngerti logika Tuhan.. ngga perlu pake logika ? Then kenapa Tuhan beri kita otak ? I mean ? Apakah untuk memberi ilusi ? kita disuruh belajar menemukan sesuatu, kemudian… stoop don’t think too much, just trust ???

Tag linenya lumayan juga tuuh : Don’t think too much, just trust ? Tapi dipikir2 lagi kalau manusia semuanya melakukan apa yang diminta “don’t think too much, just trust “ mungkin memang akan terjadi kedamaian, karena gue ngga akan perlu pergi ke kantor berlantai 30 itu, karena kantor itu tidak pernah akan ada, karena tidak akan ada yang mendirikannya… karena tidak ada yang akan berpikiran terlalu banyak untuk mendirikan/ menemukan/ membuat sesuatu he.he..

In the end, siapa sih kita ini, cuma manusia, Tuhan itu kan pencipta, masak kita mengharapkan hubungan yang selevel… dia boss, kita budak … gile lu yaa.. minta boss percaya ama elu… laah otak elu aja ngga beres …

Sooo … pada akhirnya… why worry making sin/ mistakes ? Live your life because as a creation, that is only thing that you actually have.

Mungkin kita harus berkaca pada orang Jepang, yang menurut gue adalah orang yang paling menikmati hidup. Daripada menghindari konflik dengan memilih ketiadaan Tuhan, maka mereka menikmati banyaknya Tuhan (uups sorry.. tolong dibaca “BERBAGAI agama”) …

So why not this year kita coba meniru orang Jepang, berdamai dengan ketidak percayaan Tuhan kepada umat manusianya he..he.. show peace with all the faith around you… PEACE MAN !!

(ok..ok… mungkin ada yang masih pengen bilang, “… tapi di agama gue kan ngga bolehin percaya x,y, z”… shut up.. just enjoy life… ok !! before life takes on you…..)

4 comments:

boyke rahardian said...

akhirnya hadir lagi. templatenya diganti yah? lebih enak dibaca nih.

tentang kenapa perlu percaya Tuhan diceritakan dengan renyah di buku life of pi. kalau menurut buku itu, intinya persis seperti kata lu: it's not about heaven and hell but how to live this life the fullest.

tentang atheisme... mmm coba ke site ini deh: www.infidels.org. ya betul komunitas masyarakat atheist memang ada. coba lihat iklannya: "anda mencari istri/suami atheist?" he he...

Anonymous said...

Darling you’ve got a very dangerous mind 

It starts with one question. Do you believe life (eternal life) after death? If you believe it then you become a follower of a religion. If not you are an atheist. A religion is a way/tool to achieve the ultimate objective i.e having God’s love in the eternal life after death in heaven.

Next question: Why are there so many religions?
Simple analogy: Why does Bill Gates make so many Windows versions? If we ignore the commercial reasons the other reason left was for IMPROVEMENT.
So did in the religion. Religion was being evolutionised and improved until last version of religion which is the final and ultimate improvement.
Just like Windows they kept improved and made corrections if some bugs exist. The last religion is the improvement and correction to previous ones.

Next question: Why do religions make conflicts?
A lot of followers (may be majority) think that
- his/her religion is the only correct one, others are wrong
- everybody in the world must follow my religion, if not they are enemy
- I have to safe all people in the earth so they must follow me
- My religion is majority, the minority is wrong
So what followers forget:
- religion is not a God. A religion is a way/tool that we must believe can guide as to arrive safely in heaven
- God creates mankind : As God representative on the earth which must bring peace and happiness to the earth (not only human but also animals etc)

Next question: Why are there heaven and hell?
Some analogy
- Like a travel (you like traveling right?) we have to have destination
- Like a business, we have to have business objectives
- Like human resource management: there are rewards and punishments
Can you imagine life without objective? Will going nowhere!
And you will say: Look at Russian and Chinese people. They don’t believe in God, but they are successful (at least compared to Indonesia). Dear, they actually make the religion by themselves. Country is like a religion for them.

Next question: Why do we make mistakes?
Oh yes, we are not angels. Human do make mistakes. But we have ‘user manual’ as our guidance. And God is merciful. So is natural that we make ‘unintended mistakes’ and then ask forgiveness to God. One thing we must not do: to do mistakes/sins that we have already know that they are definitely mistakes/sins.

A lot things can be discussed dear…..This is month of Ramadhan, it’s time to reflect back your thinking

from: soulmate

Anonymous said...

Sebagai seorang atheis, tentunya saya ingin merespon salah kaprah di sini. Komunitas masyarakat atheis tentu saja ada, namun tidak lebih sebagai bentuk resistensi dari agama. Agama kan punya kecenderungan untuk merecoki urusan kelompok lain. Anggapan bahwa "Mana ada kumpulan atheis? Mana ada yang dirayakan atheis?" Jawaban saya : why not?

Saya atheis sejak usia 11 tahun (sekitar 7 tahun yang lalu), sekarang saya tergabung dalam klub programmer, saya tergabung dalam klub ilmuwan muda, saya tergabung dalam klub anggota The Beatles, saya tergabung dalam klub penggemar Manchester United, saya ikut tim futsal, dan sebagainya. Bentuk komunitas atheis tentu saja berbeda dengan komunitas agama. Kami tidak menghabiskan waktu untuk menipu diri sendiri dengan berpura-pura bahwa di "atas sana" ada sosok imajiner yang memperhatikan kita dan menghakimi segala tingkah polah kita.

Apa yang saya rayakan? Hari ulang tahun, hari jadian. Banyak.

Tentang atheisme, kita semua sama-sama punya mental atheis. Tidak percaya?

Oke, Misalnya ada cerita :
Pada zaman dahulu hiduplah seorang pria yang punya satu anak dan satu istri. Suatu ketika dia pergi ke hutan. Anak yang kurang ajar tadi mulai menggoda ibunya sendiri. Sepulang dari hutan, pria tadi sangat marah melihat kelakuan anaknya, sehingga dia memenggal kepala anak tersebut. Namun beberapa saat kemudian dia menyesal.
Dia menyesal karena telah membunuh anaknya sendiri. Maka dia pun mencari seekor gajah dan memenggal kepalanya lalu dipasangkan ke tubuh anak itu hingga anak tadi hidup lagi sebagai manusia berkepala gajah.

Anda percaya kisah di atas? Jangan tertawa. Itu adalah kisah terciptanya Dewa Ganesha yang merupakan anak dari Dewa Siwa yang ada di dalam agama Hindu.

Jika anda bisa menertawakan kisah itu dan bilang "Haha, itu tidak masuk akal", lalu apakah masuk akal apabila ada cerita Nabi yang bisa membelah bulan, Orang yang berjalan di atas air, atau manusia yang bisa hidup tiga hari di dalam perut ikan paus? Apakah masuk akal apabila ada sosok Maha Kuasa yang menciptakan manusia untuk menyembah diri nya sendiri kemudian menghukum mereka ke neraka apabila mereka tidak mau menyembahnya? Itu pasti sosok Maha Kuasa yang ego-maniak.
Jika akal kita sehat. Maka kita akan menemukan bahwa kisah-kisah itu tidak lebih dari pikiran orang sakit jiwa.

Saya mau Tuhan itu ada. Lebih enak. Hidup ini jadi lebih bermakna.
Saya mau Dewa itu ada. Lebih enak. Dunia sudah diatur sedemikian rupa.
Saya mau Sinterklas itu ada. Lebih enak. Bisa dapat hadiah Natal.

Namun bukan berarti saya percaya hal-hal yang tidak logis itu hanya karena "saya ingin demikian".

Udah ah, segitu aja ya? Hehe...
Salam.

boyke rahardian said...

Ah mas Narto, senang sekali mengetahui bahwa ada orang Indonesia yang dengan lantang mengakui dirinya atheist. Mungkin banyak yang dalam hatinya seperti itu tapi yang out of the closet seperti mas Narto nggak banyak. Seperti fenomena gay begitu… he he. Sori cuman bercanda.

Saya cuman berharap mas Narto tidak menjadi atheist hanya karena alasan sesederhana itu (karena tidak percaya adanya mukjizat). Agama, seperti halnya ilmu pengetahuan mengalami perkembangan juga. Penafsiran saklek tentang mukjizat seperti itu rasanya sudah ketinggalan zaman. Kreasionisme (tentang terciptanya kehidupan di muka bumi) sudah nggak laku lagi, intelligent design juga banyak diperdebatkan.

Alih-alih, cerita dalam kitab suci harus dilihat sebagai alegori, tamsil tentang kondisi manusia, dan pengantar bagaimana caranya agar manusia bisa merasakan kehadiran Tuhan. Merasakan kehadiran Tuhan menurut banyak orang adalah cara untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Itu saja.

Saya juga nggak mau bilang kalau fungsi agama atau kepercayaan pada tuhan adalah sebagai pedoman moral manusia, karena penganut atheisme sudah pasti bilang: “memangnya kalau tidak percaya tuhan berarti tidak bisa bermoral?” Hal ini sudah disimpulkan sekian lama lalu oleh Immanuel Kant dengan teori moral imperative-nya. Ya, menurutnya nalar kita sudah cukup untuk menjadi penunjuk apa yang boleh dan tidak boleh kita lakukan sebagai manusia sosial. Agama tidak relevan lagi di sini.

Namun masih berpedoman pada Immanuel Kant, saya juga tidak tertarik dengan kepastian yang ditawarkan atheisme, yaitu kepastian tentang ketiadaan tuhan. Menurut Kant, hal yang berkaitan dengan keberadaan tuhan berada di luar kemampuan nalar manusia, dan hal yang berada di luar nalar bukan obyek nalar sehingga tidak dapat diperdebatkan. Jadi menurut saya, secara nalar ada atau tidaknya tuhan tidak bisa dipastikan.

Bahkan dalam membahas tuhan, Romo Franz Magnis Suseno dalam bukunya “Menalar Tuhan” (sudah baca? Bagus lho) memberikan banyak batasan dan dia bermain cantik dengan tidak secara gamblang menyimpulkan ada atau tidaknya tuhan. Tapi kayaknya dia agak terpeleset tuh waktu “membuktikan” adanya intelligent design dalam satu bab. Dalam hal ini saya lebih setuju dengan pendapat Richard Dawkins (The Blind Watchmaker, kayaknya buku wajib penganut atheist ya… he he) yang intinya mengatakan bahwa tidak ada yang istimewa dari keberadaan hal-hal yang kelihatannya sudah tersusun rapi dari sono-nya. Karena menurut Dawkins, “siapa bilang itu benar-benar sempurna?” Artinya itu pendapat subyektif dari manusia yang gampang kagum aja. Tentu tidak sesederhana itu, Dawkins menyertakan beberapa argumen ilmiah yang cukup mendalam tentang pendapatnya itu.

Tapi di lain pihak, menjadi rasional berarti harus percaya pada konsep sebab-akibat: harus ada sebab logis dari mengada (being). Nah, ilmu pengetahuan dengan dahsyat menurut saya sejauh ini berhasil merunut kejadian alam semesta ini dari awalnya. Apalagi kalau bukan “Big Bang”. Namun sampai saat ini tidak ada teori yang cukup memuaskan untuk menjelaskan apa yang menyebabkan alam semesta memuai dengan kecepatan luar biasa pada saat (tepatnya: sesaat setelah) terjadinya “Big Bang” itu. Ini kan semacam kreasionisme juga: something out of nothing. Apa ini bukti keberadaan Tuhan? Mungkin saja.

Kita masih bisa berdebat panjang lebar mengenai Tuhan yang cemburu, yang tidak mengenal belas kasihan. Kalau benar Tuhan itu cinta, mengapa Ia membiarkan banyak penderitaan terjadi kepada umatnya? THE ultimate question, if you may. Tapi ruang di sini rasanya terlalu sempit untuk membahas itu.

Intinya: menemukan kepastian itu tidak menantang, yang lebih asik adalah mencari jawaban. Mas Narto contohnya, jadi berhenti bertanya kan? Kalau saya sih lebih cenderung membuka pintu untuk segala kemungkinan, siapa tau ada perkembangan menarik di masa depan. Tentu saja, nggak ada yang bisa melarang atau memaksa kalau mas Narto bersikukuh dengan pendapatnya.

Salam,
Boyke Rahardian